Apitan di Sugihmanik
Bende
peninggalan Sunan Kalijaga zaman dulu, sekarang ini sudah lapuk dan
pecah dimakan usia. Setiap ada kegiatan Apitan, bende itu selalu diarak
ke Balai Panjang. Tetapi setelah bende tidak bisa digunakan lagi,
dibuatkannya bende diplikat. Walau pada pelaksanaan upacara Apitan
bende tersebut masih dibawa, tetapi yang dipukul adalah bende duplikat.
Sebelum pelaksanaan upacara ritual Apitan di Balai Panjang, dilakukan
dulu pengurasan sendang “Sentono Dalem”. Pengurasan
sendang tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi perlu dipersiapkan sesajen. Sebelum pengurasan, dituangkan air tape ke
dalam sendang. Sebagai tujuannya untuk menutup sumber air, yang
ada di tengah sendang. Setelah pengurasan dan pembersihan sendang
selesai, dituangkan lagi air tape ke dalam sendang. Tujuan
penuangan air tape tersebut, agar air sendang cepat penuh kembali. Konon
dulu pengurasan sendang Sentono Dalem, hanya boleh dilakukan
penduduk asli desa Sugihmanik. Itupun juga hanya bagi orang-orang, yang
mempunyai anak 5 laki-laki semua (keluarga Pandawa lima).
Tetapi sekarang yang diperbolehkan ikut menguras, hanya yang mempunyai
anak jumlah ganjil.
Batu besar yang dulu digunakan alas duduk Sunan Kalijaga pada waktu berdoa meminta air, sekarang diletakkan di sebelah barat sendang Sentono Dalem. Batu itu masih dikeramatkan penduduk setempat, yang konon dapat mendatangkan celaka terhadap siapa berani berbuat kurang sopan di dekatnya. Menurut cerita pernah ada seseorang dari luar daerah, datang mengunjungi sendang Sentono Dalem. Dengan sengaja berdiri di atas batu itu, dengan berkata yang menyepelekan kekeramatannya. Penduduk sekitar telah memperingatkan, agar orang tersebut turun dari batu. Tetapi peringatan tidak dihiraukan, bahkan mencemooh kepercayaan penduduk terhadap batu itu. Tidak lama kemudian orang tersebut jatuh, dan ketika akan ditolong ternyata sudah meninggal dunia.
Batu besar yang dulu digunakan alas duduk Sunan Kalijaga pada waktu berdoa meminta air, sekarang diletakkan di sebelah barat sendang Sentono Dalem. Batu itu masih dikeramatkan penduduk setempat, yang konon dapat mendatangkan celaka terhadap siapa berani berbuat kurang sopan di dekatnya. Menurut cerita pernah ada seseorang dari luar daerah, datang mengunjungi sendang Sentono Dalem. Dengan sengaja berdiri di atas batu itu, dengan berkata yang menyepelekan kekeramatannya. Penduduk sekitar telah memperingatkan, agar orang tersebut turun dari batu. Tetapi peringatan tidak dihiraukan, bahkan mencemooh kepercayaan penduduk terhadap batu itu. Tidak lama kemudian orang tersebut jatuh, dan ketika akan ditolong ternyata sudah meninggal dunia.
0 komentar:
Posting Komentar