Kembali pada
cerita para santri, yang membawa balok-balok kayu jati, untuk membuat
kraton dan masjid Demak. Konon perjalanan tidak dilakukan melalui
sungai saja, tetapi juga ada yang dibawa melalui darat. Pekerjaan
dilakukan secara estafet, dari tempat satu menuju tempat berikutnya.
Perjalanan tersebut lewat juga di desa Kuwaron sekarang ini, yang waktu
itu masih wujud hutan. Berbulan-bulan para santri berada di daerah
Kuwaron, yang akhirnya mereka mendirikan balai besar untuk istirahat
dan melaksanakan sholat. Disamping membuat balai besar, para santri
juga membuat kolam tempat wudlu. Letak kolam berada di belakang balai
besar, yang dindingnya diberi srumbung (anyaman bambu).
Pada
tiap malam, para santri berkumpul di balai. sambil bercerita tentang
pengalaman yang didapatkan hari itu. Ada yang hanya tiduran sambil
mendengarkan temannya, yang sedang melantunkan tembang-tembang Jawa.
Syahdan
setelah balok-balok kayu selesai diusung, para santri itupun menyusun
dan mengikatnya menjadi rakit. Setelah selesai dikerjakan, rakit itu
dihanyutkan melalui sungai Tuntang menuju Demak.
Sepeninggal
para santri, balai besar yang pernah dijadikan tempat tinggal itu
kosong. Bertahun-tahun lamanya tidak ada yang menempati, sehingga
atapnya penuh tanaman hutan yang menjalar. Di sekelilingnya banyak
ditumbuhi semak belukar, sehingga menutupi bangunan balai besar. Karena
bambu yang dijadikan srumbung sudah lapuk, sehingga tanah di pinggir
kolam longsor.
Konon
cerita rombongan mbah Dermo yang sedang mengungsi, telah menemukan
balai besar itu. Secara gotong-royong tempat tersebut dibersihkan,
kolam srumbung yang longsor diperbaiki. Setelah balai besar menjadi
bersih, maka rombongan tinggal di balai besar itu.
Sekarang
kolam srumbung itu sudah berubah menjadi sumur biasa. Letak sumur bekas
kolam srumbung, sekarang berada di sebelah tenggara masjid besar
Kuwaron atau tepatnya di belakang rumah Bapak Achmadi. Walau sudah
menjadi sumur biasa, tetapi penduduk masih menyebut dengan nama sumur
srumbung.
Menurut
cerita sumur tersebut pernah menunjukkan keajaiban. Konon ketika desa
Kuwaron dilanda musim kemarau panjang, air sumur milik penduduk
setempat mengalami kekeringan. Penduduk datang ke sumur srumbung, yang
airnya hampir sampai ke permukaan tanah. Walau penduduk desa
mengambilnya airnya, tetapi air dalam sumur tidak habis. Permukaan air
sumur tidak menunjukkan penurunan, bahkan seperti tidak pernah diambil
airnya saja.
Sebagai
bukti bahwa dulu desa Kuwaron merupakan kawasan hutan lebat, antara
lain telah ditemukan sebatang kayu jati besar tertimbun tanah. Hal
itu terjadi pada tahun 1990, ketika seorang penduduk menggali tanah
untuk dibuat sumur. Ketika galian mencapai 4 m, cangkulnya membentur
benda keras. Setelah diamat-amati, ternyata benda itu batang kayu jati
besar. Dengan dibantu beberapa orang tetangga, kayu jati diangkat naik
ke permukaan tanah. Setelah dipotong-potong, ternyata dapat digunakan
membuat sebuah rumah cukup besar.
0 komentar:
Posting Komentar