Jumat, 11 Desember 2009

Kyai Zuhri


Pada suatu hari Kyai Sukemi mempunyai niat, akan melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Sebelum berangkat melaksanakan niat, dipercayakan pimpinan pondok dan imam masjid Kuwaron kepada Kyai Zuhri putranya. Waktu itu Kyai Zuhri memang sudah sering membantu ayahnya, mengajar mengaji kepada para santri. Selain itu beliau juga berpesan, untuk mewakili undangan dari pondok lain yang membutuhkannya.
Setelah memberikan tanggung jawab kepada putranya, beliau berangkat ke Mekah. untuk beberapa bulan. Setelah menerima kepercayaan dari ayahnya, Kyai Zuhri melaksanakan tugas tersebut dengan penuh tanggung jawab. Diwakilinya undangan untuk ayahnya dari pondok pesantren lain, guna memberi dakwah atau ajaran agama. Ternyata kepandaian beliau dalam menyampaikan dakwah, tidak berbeda jauh dengan kepandaian ayahnya. Karena itu banyak kyai pondok pesantren lain, yang berkenan mengundangnya untuk berdakwah.
Setelah Kyai Sukemi pulang dari beribadah haji dengan menyandang nama ”Kyai Haji Sofwandori”, pimpinan pondok dan imam masjid tetap dipercayakan kepada Kyai Zuhri. Sebagai alasan karena beliau merasa sudah tua, dan sudah saatnya digantikan generasi muda. Adapun tugas beliau hanya memberi wejangan tentang ilmu agama dan pedoman hidup, terhadap para santri sebelum dinyatakan tamat dari pondok pesantren. Setelah Kyai Haji Sofwandori wafat, jenazah beliau dimakamkan di depan masjid besar Kuwaron. Hal tersebut dikehendaki para pengikutnya, karena beliau dianggap berhasil mengembangkan masjid dan pondok pesantren Kuwaron. Selain itu beliau juga dianggap pejuang, dalam mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia. Perlu diketahui, bahwa tahun 1948 beliau ikut mengusir Belanda yang berkuasa di desa Gubug. Bersama sahabatnya Kyai Haji Hasan Anwar, memimpin lasykar Sabilillah menyerang tentara Belanda yang bermarkas di kantor pegadaian Gubug. Tetapi perjuangan itu belum berhasil, Kyai Haji Hasan Anwar bersama 19 orang lasykar Sabilillah gugur dalam perjuangan.

Dengan wafatnya Kyai Haji Sofwandori, pondok pesantren dan imam masjid Kuwaron dipegang Kyai Zuhri. Ternyata dalam memimpin pondok dan mengelola masjid, banyak mewarisi bakat ayahnya. Beliau juga merupakan seorang kyai yang soleh, arif dan bijaksana, serta aktif dalam hal kegiatan agama.
Pondok pesantren dan masjid besar Kuwaron selama di bawah pimpinan beliau, banyak mengalami kemajuan pesat. Bangunan masjid yang dulu masih sederhana, dirubah menjadi bentuk bangunan permanen. Atap masjid yang dulu masih berbentuk joglo beratap pencu, telah dirubah dan dipasang kubah besar. Hal itu tidak lepas adanya bantuan bapak BJ. Habibie, pada waktu beliau menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Wakil Presiden dan yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia ke 3. Selain telah mengembangkan bentuk bangunan masjid, dikembangkan pula sekolah madrasah di depan masjid. Bentuk pengembangan sekolah madrasah tersebut, dengan dibangun gedung madrasah baru dalam bentuk permanen berlantai dua.

Kyai Zuhri ternyata masih melaksanakan kegiatan bidang keagamaan, seperti yang dilakukan oleh Kyai Sukemi dulu. Dengan bertempat di serambi masjid desa Kuwaron, dipimpinnya kegiatan pengajian Thoriqoh Qodriyah dan Naqbandiyah. Kegiatan dilaksanakan setiap hari Selasa, yang didatangi para ulama dan warga di seputaran Kecamatan Gubug. Selain itu beliau juga ikut aktif dalam kegiatan pengajian Al Quran, yang bertempat di masjid Menara Gubug pada setiap hari Minggu Wage. Kegiatan organisasi sosial lain yang diikuti, adalah sebagai Mustasar (sesepuh) organisasi Nahdathul Ulama Kabupaten Grobogan. Tetapi setelah beliau sering sakit-sakitan, pimpinan pondok pesantren serta pengelolaan masjid Kuwaron dipercayakan kepada putranya Kyai Haji Munif Zuhri. Beliau mengundurkan diri, dalam kegiatannya, sebagai Mustasar (sesepuh) organisasi Nahdathul Ulama Kabupaten Grobogan. Walau demikian pengurus organisasi tersebut masih juga datang ke rumah beliau, untuk minta petunjuk tentang keorganisasian.
Adapun riwayat Kyai Zuhri berdasarkan data yang terkumpul, bahwa beliau diperkirakan lahir sekitar tahun 1931. Untuk tahun itu sendiri hanyalah merupakan prediksi saja, karena menurut keterangan beliau bahwa untuk kelahirannya adalah bersamaan berdirinya organisasi Nahdatul Ulama (NU) di Indonesia. Sejak muda beliau banyak berguru pada para kyai dan juga ulama terkenal, yang ada di pelosok tanah Jawa. Menurut keterangan beliau, bahwa setelah belajar di Sekolah Rakyat (atau yang sekarang SD) beliau belajar mengaji kepada KH Masrokhan yang tinggal di pondok pesantren Mranggen Kabupaten Demak. Setelah katam mengaji di pondok pesantren itu, beliau melanjutkan belajar mengaji kepada KH. Muhajir di pesantren Bendo Kediri. Kemudian beliaupun melaksanakan Idaroh Khofifah Toriqoh kepada ayahnya sendiri, KH. Sofandori, dan juga idaroh istighosah kepada KH. Romli di Jombang Jawa Timur serta KH. Kholil di Bangkalan Madura. Setelah selesai menuntut ilmu tentang agama, beliaupun menikah dengan Nyai Fardlun binti Syeich Hisyam. Dari pernikahannya itu, beliau mempunyai seorang putra yang bernama KH. Munif Zuhri. Adapun dari pernikahan beliau yang kedua dengan Hj. Mukriyah, telah menurunkan 9 orang putra dan 2 orang putri.
Pada hari Senin tanggal 4 Mei 2008 beliau wafat karena sakit, dan dimakamkan di samping makam orang tuanya KH. Sofandori yang terletak di depan masjid desa Kuwaron. Ribuan pelayat berdatangan, untuk memberikan penghormatan terakhir dan mendoakan tokoh kharismatik tersebut. Hadir juga pada upacara pemakaman tersebut pejabat dari Kabupaten Grobogan, antara lain adalah Bambang Pujiono SH selaku Bupati Grobogan, wakil ketua DPR Kabupaten Grobogan Ir Nurwobowo, dan juga Muspika kecamatan Gubug. Hadir pula beberapa kyai dari berbagai daerah, termasuk tokoh kharismatik KH. Salman Dahlawi dari Klaten dan KH. Hanif dari Mranggen. Wajah para pelayat nampak sangat berduka atas wafatnya beliau, yang sudah dianggap tokoh masa kini dan berkualitas dalam segi ilmu agama dan amal perbuatan.
Mengapa setelah Kyai Sukemi wafat, pimpinan pondok dan imam masjid desa Kuwaron tidak diserahkan kembali kepada keturunan Kyai Dasuki ?
Kita kembali pada cerita Kyai Dasuki, ketika menjadi pemimpin pondok pesantren dan juga sebagai imam masjid desa Kuwaron. Pada suatu hari beliau mengutarakan keinginannya kepada Kyai Sukemi, bahwa mempunyai keinginan akan mengabdikan diri pada bidang pemerintahan desa dengan menjadi seorang Modin di desa Kuwaron. Konon pada waktu itu Kyai Dasuki mengatakan, bahwa sampai besok biarlah anak keturunan Kyai Sukemi saja yang menjadi pemimpin pondok pesantren atau juga sebagai imam pada masjid Kuwaron. Rupa-rupanya niat Kyai Dasuki tersebut dapat terlaksana juga, dan beliaupun kemudian menjadi Modin desa Kuwaron hingga sampai pada akhir hayatnya. Demikian juga setelah Kyai Sukemi menjadi pemimpin pondok pesantren dan imam masjid, beliau juga melaksanakan tanggung jawabnya sampai tua yang kemudian diteruskan oleh putranya bernama Kyai Zuhri. Walau pada waktu itu tidak ada perjanjian secara tertulis, akan tetapi anak cucu Kyai Dasuki menganggap bahwa hal tersebut adalah merupakan wasiat dari kakeknya dulu. Karena sudah merupakan wasiat dari leluhur, maka tanggung jawab masjid dan pondok pesantren itu tetap dilaksanakan anak keturunan Kyai Sukemi.
Tetapi atas kearifan dan kebesaran hati Kyai Haji Zuhri, beliau tidak pernah lupa pada anak cucu dari Kyai Dasuki dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan masjid desa Kuwaron. Seperti contoh ketika akan merehab masjid dan memasangan mustaka atau mengganti genting masjid, beliau pasti mengajak musyawarah Bapak Masrikun putra Kyai Dasuki. Sikap inilah yang menunjukkan jiwa besar yang dimilikinya, sebagai penerus keturunan Kyai Haji Sukemi dalam memimpin pondok pesantren dan masjid desa Kuwaron. Cucu-cucu Kyai Dasuki sendiri yang banyak bertempat tinggal di sekitar masjid besar Kuwaron, ikut merasa bangga, karena  beliau yang telah berhasil membesarkan pondok dan masjid Kuwaron peninggalan kakeknya.

0 komentar: