Sabtu, 19 Desember 2009

Petilasan Batursigit

Setelah rakit yang rusak selesai diperbaiki, perjalanan dilanjutkan lagi. Tetapi ketika sampai di suatu pedukuhan (sekarang daerah Ngroto-Gubug), ada salah satu rakit tersangkut pohon di pinggir sungai. Karena tali pengikat rakit putus, rombongan berhenti untuk mengikatnya.
Ketika para santri sedang mengikat rakit, tiba-tiba terdengar suara adzan magrib dari arah dukuh di dekatnya. Para santri bergegas menuju dukuh itu, untuk melaksanakan sholat. Ketika bertanya pada penduduk, dijawab bahwa di daerah itu tidak ada surau. Akhirnya para santri melaksanakan sholat pada sebidang tanah datar, yang terletak di pinggir sungai. Demikian juga waktu Imsya, suara adzan terdengar kembali. Mereka berusaha mengamati arah datangnya suara adzan itu. Menurut mereka datangnya suara adzan dari arah Barat Laut, searah dengan kraton Glagahwangi.
Konon cerita di tempat itu,  rombongan bermufakat akan mendirikan masjid. Mereka akan mendirikan masjid itu, hanya dalam waktu semalam. Malam itu bulan bersinar sangat terang, sehingga sinarnya dapat membantu para santri dalam bekerja. Secara beramai-ramai mereka mendirikan tiang-tiang calon masjid, kadang diselingi pula oleh bunyi palu dan gergaji memotong kayu. 
Ternyata suara ramai mereka membangunkan penduduk pedukuhan itu. Karena bulan bersinar terang, penduduk mengira sudah pagi. Perawan desa bergegas mengambil padi dari lumbung, untuk ditumbuk menjadi beras. Sebentar kemudian terdengar ramai, suara antan beradu dengan lesung. 
Bunyi orang menumbuk padi itu, telah membangunkan ayam milik penduduk pedukuhan. Binatang itu berlari ke tempat orang yang sedang menumbuk padi, untuk mencari ceceran gabah di sekitarnya. Semakin ramailah ditempat itu oleh adanya suara ayam mengais gabah, yang kadang diselingi suara kokok ayam jantan bersahut-sahutan. Terkejutlah para santri mendengar suara kokok ayam, dan mereka mengira hari sudah pagi. Lemaslah tubuh mereka semua, karena upaya mendirikan masjid dalam semalam telah gagal. Sambil menggerutu mereka membongkar masjid yang hampir jadi, dan diusung ke pinggir sungai untuk diikat menjadi rakit.
Ketika para santri sedang membongkar bangunan masjid, ternyata bulan masih bersinar tinggi di atas. Barulah mereka semua sadar, bahwa saat itu masih tengah malam. Mereka mencari arah datangnya suara kokok ayam, yang ternyata dari tempat para perawan yang menumbuk padi. Karena badan lelah kurang tidur, ada seorang santri mengeluarkan umpatan kepada para perawan desa itu. Konon dalam umpatannya mengatakan, sampai besok di dukuh itu akan selalu ada perawan tidak laku kawin. Menurut cerita masyarakat desa Ngroto sekarang, umpatan itu ternyata menjadi kenyataan. Konon sejak dulu hingga sekarang, di desa Ngroto selalu ada perawan desa tidak laku kawin. Apakah hal itu disebabkan umpatan santri zaman dulu, wa llahu a’lam bish shawab.


Bekas tempat akan didirikannya masjid tersebut, oleh penduduk pedukuhan diberinya nama ”Batur Sigit ”, (batur artinya tanah yang tinggi, sedangkan sigit artinya masjid). Karena tanah itu sampai sekarang terkenal wingit, sehingga masyarakat desa Ngroto tidak ada yang berani menggunakannya sebagai ladang atau tempat tinggal.


0 komentar: